Analisis Kinerja Daya Saing Industri Teh Indonesia
Nurohman Nurohman, Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor, Amzul Rifin, Setiadi Djohar, Institut Pertanian Bogor
2018
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
This study aims to measure and analyze the competitiveness of Indonesian tea industry in the world based on the performance of international trade. There are four steps taken continuously to achieve the objective. First, measuring the competitiveness of Indonesian tea industry with Relative Trade Advantage (RTA). Second, identifying the major factors impacting on competitive performance by conducting surveys to tea industry stakeholders. Third, analyzing the determinants of competitiveness of
more »
... e tea industry through Porter's Diamond Model. Fourth, describing changes over time the determinant factors. Competitiveness level of Indonesian tea industry is the ability of domestic tea industry to survive in the competition in global market. This study compared the performance of Indonesian tea competitiveness in 2010 and 2016 with a number of considerations. Tea competitiveness level in the two years is above level 1 which means that Indonesian tea is more competitive than other domestic commodities. Surveys and in-depth interviews conducted on 12 respondents from state-owned enterprises, private sectors, government, associations, and research institutes showed that 10% plantation VAT and EU regulation which restricted tea with 0,02% anthraquinon inhibited the competitiveness performance of tea industry. Meanwhile, factors supported the competitiveness of tea industry are agrotourism and ready-to-drink tea companies growth. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengukur dan menganalisis daya saing industri teh Indonesia di dunia berdasarkan kinerja perdagangan internasional. Ada empat langkah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, mengukur daya saing teh Indonesia dengan Relative Trade Advantage (RTA), kedua mengidentifikasi faktor-faktor determinan daya saing melalui survei kepada stakeholder industri teh, ketiga menganalisis faktor-faktor determinan dengan Model Diamond Porter, dan keempat menggambarkan perubahan faktor-faktor determinan daya saing teh Indonesia. Tingkat daya saing industri teh Indonesia merupakan kemampuan industri teh dalam negeri untuk bertahan dalam persaingan dalam pasar global. Penelitian ini membandingkan kinerja daya saing teh Indonesia pada tahun 2010 dan 2016 dengan sejumlah pertimbangan. Dari hasil perhitungan, tingkat daya saing teh pada dua tahun tersebut berada di atas level 1 yang berarti teh Indonesia lebih kompetitif jika dibandingkan dengan komoditas dalam negeri lainnya. Survei dan wawancara mendalam yang dilakukan pada 12 responden dari perusahaan BUMN, swasta, pemerintah, asosiasi, dan lembaga penelitian menunjukkan bahwa penerapan PPn perkebunan 10% dan regulasi pembatasan masuknya teh ke Uni Eropa menjadi perhatian utama seluruh responden karena 397 menghambat kinerja daya saing industri teh. Sementara itu, faktor yang mendukung daya saing industri teh tampak dari berkembangnya industri agrowisata dan perusahaan minuman siap saji teh. Kata Kunci: daya saing, teh, Model Diamond Porter, RTA PENDAHULUAN Komoditas teh merupakan salah satu komoditas pertanian sub sektor perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Industri teh berperan sebagai sumber pendapatan dan devisa, penyedia lapangan kerja, dan pengembangan wilayah. Namun, jumlah areal perkebunan teh terus menurun selama kurun waktu 2012-2016, yakni turun 0,96% per tahun (Kementerian Pertanian, 2016). Pada tahun 2015, jumlah areal perkebunan yang tersisa hanya seluas 118.441 hektar. Salah satu penyebab berkurangnya areal perkebunan teh adalah adanya konversi lahan untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Sebagai contoh, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengambil areal perkebunan seluas 1.270 hektar. Seiring dengan penurunan areal tanah, produksi teh pun menurun. Rata-rata pertumbuhan produksi teh di Indonesia selama lima tahun terakhir (2012-2016) turun 0,32% per tahun untuk perkebunan rakyat. Sementara itu, perkebunan besar Negara dan swasta rata-rata pertumbuhannya masingmasing naik 0,06% dan 2,91% per tahun. Masalah berikutnya yang dihadapi industri teh Indonesia adalah biaya produksi yang relatif tinggi dibanding dengan Negara lain. Hal ini mengakibatkan harga jual teh menjadi tinggi. Harga sejumlah faktor produksi seperti tenaga kerja, pupuk, dan obat-obatan mengalami kenaikan. Akibatnya, biaya produksi ikut naik. Dengan harga yang menurun, sementara biaya produksi tetap tinggi, sejumlah petani dan produsen teh memutuskan untuk mengonversi sebagian perkebunan teh menjadi tanaman buah-buahan. Tanaman ini dinilai memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dan ramah lingkungan. Kondisi ini menunjukkan produktivitas teh di Indonesia masih rendah. Jika dibandingkan dengan negara lain, produktivitas teh Indonesia masih tertinggal. Tahun 2010, produktivitas teh Indonesia 1,2 ton/ha, sementara Malaysia mencapai produktivitas hingga 8 ton/ha. Meskipun Indonesia memiliki sumberdaya yang besar, rendahnya produktivitas ini menyebabkan daya saing industri teh lemah (Rahmi, 2014) . Produktivitas teh yang menurun berimbas pada penurunan ekspor. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2016), volume ekspor teh terus mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2015 dengan rata-rata penurunan tiap tahun sebesar 8,89% per tahun. Sementara itu, impor teh selama periode 2011 hingga 2015 terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 9,17% per tahun. Berbagai dinamika tersebut telah menempatkan daya saing industri teh Indonesia pada posisi yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mengukur daya saing industri teh Indonesia di dunia berdasarkan kinerja produksi dan perdagangan internasional. Untuk mengukur seberapa besar daya saing teh Indonesia di dunia, penelitian ini menggunakan Relative Trade Advantages (RTA). Penelitian ini juga menganalisis daya saing teh Indonesia. Untuk itu, penelitian ini menggunakan Model Diamond Porter untuk mengidentifikasi dan membandingkan faktorfaktor yang berkontribusi pada daya saing tersebut, guna menentukan faktor mana yang perlu menjadi perhatian utama oleh stakeholder yang berperan dalam meningkatkan daya saing industri teh Indonesia. Beberapa penelitian telah menerapkan Model Diamond Porter untuk meneliti sektor pertanian di negara-negara berkembang, seperti yang dilakukan oleh Al-Hiary, et al.
doi:10.21776/ub.jepa.2018.002.05.5
fatcat:pnhts4nllrgjbe223eqifyveqa