Pemahaman Diversi Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU SPPA

Dadan M Djajadisastra
2020 Nurani Hukum  
Amendments to Law No. 3 of 1997 regarding juvenile court becomes Law No. 11 of 2012 concerning the juvenile criminal justice system (SPPA), or rather the change of laws and regulations because it considers that Law no. 3 of 1997 has not accommodated the best interests of children, this is based on the number of children who were convicted or detained, according to the Unicef research institute in collaboration with UI that in 2004UI that in -2005 there were 2000 (two thousand) children
more » ... to prison. 110 studios (one thousand and one hundred). Therefore it is deemed necessary that the punishment of children must be changed. UU no. 11 of 2012 concerning SPPA is a regulation that is expected to accommodate the best interests of children, as set out in the UUNo. 17 of 2016 the second amendment to the child protection law, that punishment is a way (ultimum remedium), and the SPPA Law contains new criminal regulations, namely restorative and diversion, which were not contained in the previous regulation, the alternative punishment is expected to be a way out for child offender. but in reality the SPPA Law cannot be a hope, because based on data from the Criminal Justice System Institute (ICJR) up to June 2017, 2,500 (two thousand five hundred) children were convicted, meaning that there was an increase from 2005, this is because it is regulated in article 7 of the SPPA Law, however, the problem is only from a too rigid understanding so that punishment is the last resort and the alternative punishment expected by the law cannot be implemented optimally. ABSTRAK Perubahan Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak menjadi Undangundang No. 11 tahun 2012 tetang sistem peradilan pidana anak (SPPA), atau lebih tepatnya pergantian peraturan perudangan tersebut karena dipandang bahwa UU No. 3 tahun 1997 belum mengakomodir kepentinngan terbaik bagi anak, hal ini didasari oleh banyaknya anak yang dipidana maupun di tahan, menurut lembaga penelitian Unicef yang bekerja sama dengan UI bahwa pada tahun 2004-2005 anak yang dipidana penjara sebanyak 2000 (dua ribu) dan ditahan sebanyak 110 (seribu seratus). Oleh sebab itu dipandang perlu bahwa pemidaan bagi anak harus ada perubahan. UU No. 11 tahun 2012 tentang SPPA merupakan peraturan yang diharapkan mengakomodir kepentingan terbaik bagi anak, sebagaiana tertuang dalam UUNo. 17 tahun 2016 perubahan kedua unndang-undang pelindungan anak, bahwa pemidanaan adalah jalan terakhir (ultimum remedium), dan UU SPPA memuat paraturan pemidanaan yang baru yaitu restoratif dan diversi, yang mana tidak terdapat dalam aturan sebelumnya, alternatif pemidaan tersebut diharapkan bisa menjadi jalan keluar bagi penanganan pelaku tindak pidana anak. namun pada kenyataannya UU SPPA belum bisa menjadi harapan, karena berdasarkan data dari Institut Criminal Justice Sistem (ICJR) sampai dengan bulan Juni 2017 anak yang dipidana sebanyak 2500 (dua ribu lima ratus) berarti ada peningkatan dari tahubn 2005, hal ini disebabkan karena adanya pembatasan yang diatur dalam pasal 7 UU SPPA, namun sebenarnya permasalahan tersebut hanya dari pamahaman yang terlalu rigid sehingga pemidanaan adalah jalan terakhir dan alternatif pemidanaan sebagaimana diharapkan oleh Undang-undang tersebut menjadi tidak bisa dilaksanakan secara optimal.
doi:10.51825/nhk.v3i2.9204 fatcat:zmnnmswwyjao3h7jlu2cfi772q